Rabu, 12 Mei 2010

AJATASATTU, MUSUH YANG BELUM LAHIR

Suatu ketika, Devadatta berselisih paham dengan sang Buddha. Devadatta akhirnya memisahkan diri dari sangha. Devadatta bermaksud mencari dukungan dari pihak kerajaan. Ia berpikir mungkin Pangeran Ajatasattu, anak dari Raja Bimbisara, bisa memberikan dukungan padanya. Devadatta lalu datang kepada pangeran Ajatasattu dan mempertunjukkan kemampuan gaibnya, untuk membuat Pangeran Ajatasattu takjub. Pangeran Ajatasattu yang merasa kagum pada Devadatta akhirnya menjadi mudah untuk dipengaruhi oleh Devadatta. Devadatta menghasut Pangeran Ajatasattu untuk mengambil alih tahta kerajaan dan membunuh ayahnya. Mendengar hasutan itu, pangeran Ajatasattu terpengaruh, dan akhirnya merencanakan untuk mengambil alih tahta kerajaan dari Ayahnya.
Ketika Raja Bimbisara mengetahui rencana anaknya, Ia bukannya justru menghukum anaknya. Malahan Raja Bimbisara menyerahkan tahta kerajaan kepada Ajatasattu seperti yang diinginkan anaknya itu. Mendapat tahta dari ayahnya bukannya membuat Ajatasattu merasa puas, Ia justru menangkap ayahnya dan memasukkannya ke dalam penjara. Diperintahkannya pada para pengawal supaya ayahnya tidak diberi makan. Ajatasattu ingin ayahnya menderita sampai mati. Sedangkan yang diijinkan untuk mengunjungi Raja Bimbisara hanyalah Ibunya. Orang lain sama sekali tidak boleh datang.
Ibunya merasa kasihan melihat suaminya, Raja Bimbisara, menderita kelaparan di penjara. Akhirnya setiap kali ia berkunjung, Ratu selalu menyembunyikan makanan untuk suaminya di balik baju. Sehingga Raja Bimbisara tetap bisa makan dan tidak kelaparan. Namun hal ini tidak berlangsung lama. Ajatasattu mengetahui tindakan ibunya. Setelah itu, Ajatasattu melarang ibunya untuk datang mengunjungi Raja Bimbisara. Ratu sangat bersedih melihat kekejaman anaknya terhadap ayahnya sendiri.
Bimbisara yang kini sudah tidak lagi mendapatkan makanan untuk bertahan hidup, kemudian berlatih meditasi. Setiap hari ia selalu mengingat ajaran Sang Buddha dan berlatih meditasi. Kedua hal itu menjadi satu-satunya sumber kekuatan dan kebahagiaan bagi dirinya. Akhirnya, Bimbisara mencapai Tingkat Kesucian Pertama (Sotapanna). Batinnya menjadi tenang dan bahagia.
Ajatasattu merasa heran. Ia bingung mengapa ayahnya belum mati juga, padahal sudah lama sekali ayahnya tidak makan. Suatu ketika, Ajatasattu mengetahui bahwa ayahnya berlatih meditasi jalan. Ia lalu mengirimkan seorang tukang cukur untuk menyayat-nyayat telapak kaki ayahnya, dan melumurinya dengan garam, agar ayahnya semakin menderita.
Bimbisara yang melihat kedatangan tukang cukur merasa sangat senang. Ia berpikir bahwa anaknya mungkin sudah sadar, dan menyesali perbuatannya. Sehingga anaknya tersebut lalu mengirimkan tukang cukur untuk memangkas rambut dan jenggotnya yang sudah panjang sebelum membebaskannya. Tetapi harapan Bimbisara keliru. Ia harus mengalami penderitaan yang luar biasa. Kakinya disayat-sayat, dan dilumuri garam. Bimbisara sangat menderita. Karena kondisi tubuhnya yang sudah lemah akibat kurang makan, dan tidak tahan dengan penderitaan itu, akhirnya Bimbisara meninggal dunia.
Pada hari itu juga, anak Raja Ajatasattu lahir. Ajatasattu merasa sangat berbahagia melihat anaknya yang baru saja lahir tersebut. Ia merasakan cinta dan kasih sayang yang luar biasa kepada anaknya itu. Seketika itu pula ia teringat kepada ayahnya sendiri. Ia merasa sangat bersalah. Dengan tergesa-gesa ia memerintahkan kepada pengawalnya untuk segera pergi ke penjara dan membebaskan ayahnya. Namun terlambat. Ayahnya telah meninggal dunia. Raja Ajatasattu sangat sedih. Ia amat menyesali perbuatannya. Ditengah kesedihannya, ia bertanya pada ibunya.
“Ibu, apakah ayah dulu menyayangiku ketika aku masih kecil?”
Ibunya lalu menjawab “Nak, ayahmu sangat menyayangimu. Bahkan ketika engkau belum lahir pun ia sudah amat menyayangimu”
Lalu ibunya bercerita bahwa sesungguhnya, dulu ketika Ratu masih mengandung Ajatasattu, seorang peramal pernah datang dan meramalkan, bahwa anak yang dikandungnya itu kelak akan menjadi musuh ayahnya. Mendengar ramalan itu, Ratu ingin menggugurkan kandungannya, tetapi Raja melarangnya. Ketika anak itu lahir, Raja memberinya nama Ajatasattu, yang artinya “Musuh yang belum lahir”
Saat Ajatasattu masih kecil, pernah suatu ketika ia menderita sakit bisul yang cukup parah di jarinya. Waktu itu Ajatasattu kecil terus menangis karena kesakitan, dan tak ada seorangpun yang dapat mendiamkannya. Raja Bimbisara yang saat itu sedang memimpin rapat akhirnya menunda rapatnya, kemudian ia menggendong Ajatasattu. Tanpa ragu-ragu ia lalu menghisap jari Ajatasattu yang sakit itu dengan mulutnya. Bisul itu lalu pecah, dan Raja pun lalu menelan nanah yang keluar bersama darah dari bisul tersebut. Setelah itu Ajatasattu kecil berhenti menangis.
Mendengar cerita dari ibunya mengenai bagaimana ayahnya sangat menyayangi dirinya, Ajatasattu merasa sangat menyesal atas kekejaman yang telah dilakukannya kepada ayahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar